Selasa, 09 Februari 2010

PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT

A. Upaya Menawarkan Solusi terhadap Berbagai Problem Sosial
Pendidikan merupakan tumpuan harapan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa Idonesia. Pendidikan menjadi sarana bagi pembentukan intelektualitas, bakat, budi pekerti/aklak serta kecakapan peserta didik. Atas pertimbangan inilah selayaknya semua pihak perlu memberikan perhatian secara maksimal terhadap bidang pendidikan. Perhatian tersebut antara lain direalisasikan melalui kerja keras secara kontinyu dalam memperbaharui dan meningkatkan kualitas pendidikan dari waktu ke waktu. Melalui cara demikian, pendidikan diharapkan mampu menjawab aneka macam kebutuhan, tuntutan dan permasalahan yang tengah dihadapi oleh masyarakat Indonesia pada saat sekarang ini.
Pendidikan di masa depan dituntut untuk lebih dekat lagi dengan realitas dan permasalahan hidup yang tengah menghimpit masyarakat. Ungkapan School is mirror society (sekolah adalah cerminan masyarakat) seyogyanya benar-benar mewarnai proses pendidikan yang sedang berlangsung. Sebagai konsekwensinya, lembaga pendidikan harus ikut berperan aktif dalam memecahkan problem sosial.Komitmen dan concern terhadap pemecahan problem sosial seperti itu seharusnya menjadi bagian dari visi dan misi dunia pendidikan nasional. Bahkan lembaga pendidikan nasional semakin dituntut untuk lebih melipat gandakan komitmen sosiologisnya mengingat kompleksitas permasalahan yang tengah dihadapi bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia saat ini sepertinya telah kehilangan karakter yang telah dibangun berabad-abad. Keramahan, tenggang rasa, kesopanan, rendah hati, suka menolong, solidaritas sosial dan sebagainya yang merupakan jatidiri bangsa seolah-olah hilang begitu saja. Di lain pihak, warga masyarakat belakangan ini juga dicemaskan oleh maraknya kasus penyalahgunaan narkoba. Ironisnya, penyalahgunaan narkoba telah merambah ke lembaga sekolah dan perguruan tinggi dengan melibatkan para pelajar dan mahasiswanya. Permasalahan ini tentu saja menuntut kesadaran kolektif dari lembaga pendidikan dibantu orang tua peserta didik, aparat keamanan, aparat penegak hukum dan komponen-komponen masyarakat lain untuk mengatasinya.
Selain narkoba, warga masyarakat juga sering dipusingkan dengan kasus tawuran pelajar. Tawuran telah menjadi fenomena musiman bagi para pelajar yang terjadi pada tiap awal tahun pelajaran, menjelang akhir pembelajaran atau di sela-sela itu. Oleh karena itu, perlu pemahaman intensif terhadap akar penyebab munculnya tawuran pelajar sehingga dapat dilakukan penanganan secara cepat.Fenomena merosotnya kualitas moral bangsa indonesia tampaknya telah menggugah kesadaran bersama perlunya memperkuat kembali dimensi moralitas bangsa, diantaranya dengan mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan akhlak/budi pekerti secara optimal dibandingkan sebelumnya. Diasumsikan, dengan bekal pendidikan akhlak/budi pekerti yang cukup, peserta didik akan memiliki daya tahan (resistensi) secara moral dalam menghadapi godaan, residu dan pengaruh negatif dari kehidupan modern.
Namun yang perlu diingatkan, keberhasilan proses pembelajaran budi pekerti/akhlak di sekolah mempersyaratkan adanya dukungan dari institusi di luar sekolah. Dalam hal ini orang tua, lingkungan masyarakat dan media masa harus memberikan ruangan kondusif bagi proses penanaman dan pembentukan budi pekerti. Termasuk juga tayangan televisi harus bermuatan edukatif sehingga dapat memupuk tumbuhnya nilai-nilai budi pekerti/akhlak di kalangan anak-anak dan remaja. Di lain pihak, Bangsa Indonesia yang bersifat multikultur hingga kini masih dibayangi aneka macam konflikyang bernuansa SARA. Untuk mengantisipasinya tentu saja membutuhkan sebuah paradigma pendidikan multikultural, yaitu sebuah paradigma pendidikan yang melembagakan filsafat pluralisme budaya dalam sistem pendidikan dengan mengedepankan prinsip persamaan, saling menghargai, menerima dan memahami serta adanya komitmen moral terhadap keadilan sosial.
Kompleksitas permasalahan yang kita hadapi sudah sepatutnya menjadi bagian dari pertimbangan dalam menata dunia pendidikan nasional. Oleh karena itu, pendidikan yang kita laksanakan harus merespon dinamika yang terjadi di masyarakat. Lembaga pendidikan harus mempersiapkan dan membekali anak didik dengan cara berpikir kreatif dan antisipatif dalam menghadapi perubahan sosial yang sedang dan akan terjadi. Pendidikan dituntut kinerjanya dalam mempersiapkan kompetensi akademik, profesional, nilai dan sikap serta menghadapi perubahan di kalangan peserta didik secara seimbang.
Peluang pendidikan untuk mengakomodasikan tuntutan masyarakat kini semakin terbuka lebar. Hal ini dikarenakan telah berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini diyakini dapat mengembangkan kemampuan peserta didik secara komprehensif baik dalam aspek logika, estetika, etika dan kinestika. Peluang masyarakat untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya juga kian tersedia seiring semakin dipahaminya konsep pendidikan berbasis masyarakat (Community Based Education). Bahkan model pendidikan berbasis masyarakat yang esensinya adalah pendidikan non formal telah diakui keberadaannya dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 26 ayat 1 s/d 7. Atas dasar ini, keberadaan pendidikan berbasis masyarakat seperti model pendidikan kaderisasi yang dilakukan di lingkungan Muhammadiyah tidak dapat diabaikan.

B. Pendidikan Berbasis Masyarakat
1. Seharusnya setiap upaya pendidikan dibasiskan pada masyarakat yang dilayaninya
2. Mencabut basisnya, pendidikan tersebut akan kehilangan relevansi
3. Menkotakkannya dalam sebuah “jalur” bisa misleading
4. Untuk indonesia yang majemuk, pendidikan yang tidak berbasis masyarakat tidak saja tidak relevan, tapi juga membahayakan eksistensi bangsa ini, karena mengingkari keragamannya
5. Tidak formalistik, tidak berorientasi gelar, berorientasi kompetensi, lentur/luwes,The founding fathers, dan pewarna sejarah indonesia modern bukanlah produk sekolah formal, namun merupakan produk pendidikan berbasis masyarakat.

Sekolah dijauhkan dari masyarakatnya :
1. Tidak dibiayai dengan memadai
2. Guru bukanlah profesi yang menarik bagi mereka yang paling berbakat
3. Dalam praktek dikelola masih secara sentralistik
4. Prakarsa lokal mati
5. Pendidikan dan sekolah tidak relevan : urbanisasi sbg. Bukti
C. Partisipasi Masyarakat
Dibalik otonomi dan kebebasan yang dimiliki, kepada guru diberikan target yang harus dicapai sebagai standar keberhasilan. Sudah barang tentu target tersebut adalah keberhasilan untuk semua peserta didik tanpa membedakan latar belakang sosial ekonomi yang dimiliki, mencapai prestasi pada tingkat tertentu. Target bisa dikembangkan pada berbagai skop sekolah. Dengan adanya target sebagai standar, masyarakat bisa ikut mengevaluasi seberapa jauh keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuan.
Terbukanya kesempatan bagi masyarakat dan orangtua peserta didik untuk mengevaluasi proses pendidikan, memungkinkan munculnya partisipasi masyarakat sekitar dan khususnya orangtua peserta didik dalam menyelenggarakan pendidikan. Misalnya, sekolah bisa mengundang orangtua dan masyarakat sekitar untuk berpartisipasi dalam menentukan kebijakan dan operasionalisasi kegiatan sekolah. Orangtua dan masyarakat sekitar yang mampu bisa diajak untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pendidikan. Dengan demikian, pada level makro, secara nasional bisa dilaksanakan realokasi anggaran pembangunan pendidikan. Anggaran pendidikan pemerintah yang terbatas hanya diarahkan pada sekolah-sekolah yang memiliki peserta didik dengan latar belakang yang kurang mampu. Sedangkan bagi sekolah-sekolah yang peserta didiknya terdiri dari orangtua berlatar belakang sosial ekonomi relatif kaya, diharapkan bisa self-supporting dalam pembiayaan sekolah.
Bahkan tidak hanya masyarakat sekitar, karena target dan standar yang harus memiliki skop regional dan daerah, maka pemerintah daerah akan secara langsung terlibat dalam menyukseskan pendidikan di wilayah masing-masing. Diharapkan pemerintah setempat bisa mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendukung pencapaian target pendidikan tersebut. Misalnya, pemerintah kelurahan menetapkan "jam belajar" bagi anak usia tertentu. Pada jam-jam tersebut anak-anak tidak boleh bermain. Dengan kata lain pelayanan kemasyarakatan perlu dikaitkan dengan proses pendidikan. Kepada setiap sekolah dan guru diberikan kebebasan apa yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran. Yang penting adalah pencapaian target yang telah ditentukan, dengan kata lain proses pendidikan bersifat product oriented, berlawanan process oriented, yang dilakukan sekarang ini. Untuk mencapai target yang telah ditentukan kepada guru perlu diberikan insentif dan sekaligus sanksi. Insentif diberikan kepada guru yang berhasil melampaui target yang telah ditentukan. Sebaliknya, sanksi diberikan kepada guru yang melakukan tindak kecurangan, misalnya mengubah, menambah atau memalsu nilai hasil pembelajaran peserta didik.

Sumber Referensi :
Zubaedi, Dr. 2004. Pendidikan Berbasis Masyarakat, Upaya Menawarkan Solusi Terhadap Berbagai Problem Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar